Kamis, 05 Juli 2007
Umar : mengatakan, ‘Suatu hari, saya dan para sahabat sedang duduk-duduk di samping Rasulullah 8. Tiba-tiba, muncul seorang laki-laki berpakaian serba putih dan rambut hitam pekat dihadapan kami, tanpa seorang pun dari kami yang mengenalnya. Laki-laki tersebut lalu duduk di hadapan Nabi 8. Dia menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi 8., serta meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi 8. Dan berkata, ‘Ya Muhammad, beritahulah saya mengenai Islam.’ Rasulullah 8.
Menjawab, ‘Islam adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, kemudian mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan kerjakanlah haji jika kamu mampu.’ Laki-laki itu pun menyahut, “Engkau benar.” Kami heran dengan tingkah lakunya karena dia bertanya kepada Nabi 8, tetapi membenarkan jawaban Beliau. Kemudian, dia berkata lagi kepada Nabi 8, ‘Beritahulah saya mengenai iman.’ Beliau 8 menjawab, ‘Iman adalah kamu beriman kepada Allah !, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir, serta beriman kepada takdir baik dan buruk.’ Dia berkata, ‘Engkau benar.’ Laki-laki itu berkata lagi, ‘beritahulah saya tentang ihsan.’ Nabi 8 pun menjawab, ‘Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah !, seolah-olah kamu melihatNya. Apabila kamu tidak mampu melihatNya, yakinlah bahwa Allah melihat kamu.’ Dia bertanya lagi, ‘Beritahukanlah saya tentang hari kiamat.’ Nabi 8 menjawab, ‘Orang yang ditanya tidaklah lebih tahu dari sipenanya.’ Laki-laki tersebut berkata, ‘beritahukanlah tanda-tandanya.’ Nabi 8menjawab, ‘Seorang budak melahirkan tuan perempuannya dan kamu akan melihat orang yang tak beralas kaki, bertelanjang, miskin, dan penggembala kambing berlomba-lomba dalam meninggikan bangunan.’ Laki-laki itu pergi. Setelah beberapa lama, Rasulullah 8 kemudian bertanya kepadaku, ‘Ya Umar, tahukah engkau, siapakah yang bertanya?’ aku menjawab, ‘Allah dan RasulNya lebih tahu.’ Rasulullah 8 selanjutnya bersabda, ‘Dia itu Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim)
Hadis diatas merupakan hadis yang agung karena menyangkut seluruh amal perbuatan, baik perbuatan lahir maupun batin. Ilmu-ilmu syariat pun berpatokan kepada hadis itu dan bercabang darinya karena ilmu hadis terhimpun pada hadis tersebut. Dengan kata lain, hadis ini bisa dinamai sebagai induk hadis, seperti halnya Alfatihah merupakan induknya Al-Qur’an (Ulumul Al-Qur’an) karena di dalamnya terhimpun makna-makna Al-Qur’an.
Di samping itu hadis diatas juga menunjukkan adanya imbauan untuk berpakaian dengan baik, bersikap baik bila menghadap ulama, orang-orang terhormat, dan raja. Kedatangan Jibril kepada Nabi 8 tadi untuk memberi pelajaran kepada manusia melalui sikap dan ucapannya.
Kalimat,bertelanjangn, miskin, dan pe “….. seraya meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi 8 dan berkata, ‘Ya Muhammad,………” merupakan bunyi teks hadis termasyhur dan sahih. Imam Nasa-I dengan arti yang sama meriwayatkan “kemudian dia (Jibril) meletakkan kedua tangannya di atas kedua lutut Nabi 8” dengan demikian , hilanglah kesimpangsiuran teks hadis yang ada di dalam kitab Muslim, yaitu “seraya meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya”, maknanya masih membingungkan.
Pelajaran yang diambil dari hadis di atas adalah Islam dan iman merupakan dua hakikat yang saling berbeda, baik dari segi bahasa maupun menurut syara (ajaran Islam). Akan tetapi, terkadang syara memperluas pengertian keduanya sehingga kata yang satu dipakai untuk arti yang lainnya melalui kiasan.
Pada kalimat “kami merasa aneh dengan tingkah laku laki-laki tersebut, ia bertanya kepada Nabi 8, tetapi membenarkan jawaban”, sebenarnya yang dirasakan aneh oleh para sahabat adalah karena jawaban Nabi 8 itu merupakan kata-kata yang tidak mungkin keluar selain dari Beliau%. Sedangkan, laki-laki tersebut bukanlah orang yang pernah bertemu dengan Beliau 8 dan juga sepengetahuan mereka, tidak pernah mendengar ucapan Nabi 8. Ia bertanya seolah-olah sudah mengetahui dan meyakini, serta membenarkan jawabannya. Tentu saja para sahabat merasa heran melihat sikapnya.
Pada kalimat “kamu beriman kepada Allah, Malaikat-malaikatNya dan kitab-kitabNya,” maksudnya beriman kepada Allah dengan membenarkan keberadaan Allah Yang Maha Suci dan mempunyai sifat keagungan, serta kesempurnaan yang suci dari sifat-sifat kekurangan. Dialah yang tunggal dan pencipta semua mahluk. Dia melakukan apa saja yang dikehendakiNya, serta berbuat apa saja yang diinginiNya atas milikNya.
Beriman kepada para malaikat adalah membenarkan bahwasanya mereka adalah para hamba yang mulia. Tidak akan mendahului ucapan Allah, serta selalu melakukan perintah-perintahNya. Beriman kepada para RasulNya, membenarkan bahwa para Rasul merupakan orang yang jujur dalam menyampaikan khabar dari Allah . Mereka dikuatkan dengan mukjizat yang menunjukkan kejujuran mereka dan membenarkan bahwa mereka menyampaikan risalah-risalah dari Allah dan menjelaskan kepada orang-orang mukalaf apa-apa yang diperintahkan Allah. Disamping itu, diwajibkan bagi mukalaf untuk menghormati mereka tanpa membedakan antara seorang Rasul dengan yang lainnya.
Beriman kepada hari akhir, artinya membenarkan keberadaan hari kiamat dan segala sesuatu yang menjadi rangkaian kiamat seperti hari kebangkitan setelah mati, hari dikumpulkan pada satu tempat ketika Allah ! menghidupkan orang setelah mati, hari perhitungan amal, timbangan amal, sirat (jembatan), serta syurga dan neraka yang merupakan tempat balasan amal seseorang.
Beriman kepada takdir, artinya membenarkan hal-hal tersebut di atas. Kesimpulannya telah ditunjukkan firman Allah !,
“Padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat.” (QS. Ash Shaffat: 96)
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al Qamar: 49).
Disamping itu, ada juga hadis Nabi 8 yang diriwayatkan Ibnu Abbas ::
“Ketahuilah bahwa seandainya sekelompok orang bersepakat untuk memberikan manfaat kepadamu, maka tentu mereka tidak akan dapat memberikan kepadamu manfaat, kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah. Sebaliknya, manakala sekelompok orang bersepakat untuk mencelakakanmu, maka mereka tidak akan dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah. Pena untuk menulis, takdir telah diangkat dan lembaran-lembaran buku catatan takdir pun telah habis.”
Selanjutnya, Mazhab salaf dan imam-imam khalaf berpendapat bahwa barang siapa mengakui kebenaran rukun-rukun iman dengan pengakuan yang mantap, tidak ada keraguan lagi dan tidak ada rasa bimbang sedikitpun maka ia termasuk orang mukmin sejati. Pengakuan itu baik dari dalil-dalil qath’i maupun dari keyakinan-keyakinan yang mantap.
Pengertian ihsan yang diartikan sebagai "Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya” dimaksudkan untuk mengokohkan ibadah, memelihara hak-hak Allah dan takut kepadaNya, serta mengakui dalam hati atas kebesaran Allah dan keagunganNya pada saat melakukan ibadah.
Arti kata amat, seperti dalam teks hadis, adalah hamba sahaya wanita yang melahirkan anak. Sedangkan rabbataha adalah tuan perempuan. Dalam riwayat lain, kata rabbataha memakai kata ba’laha yang artinya tuannya. Diceritakan bahwa pada suatu hari, ada seorang Badui ditanya, “unta siapakah ini?” orang itu menjawab, “Saya tuannya.” Kata ba’un kadang kala dapat diartikan suami, sedangkan kata rabbataha dalam hadis dipakai untuk jenis kelamin perempuan.
Dalam kalimat “yaitu hamba wanita yang melahirkan tuan perempuannya”, pengertiannya masih diperselisihkan di kalangan ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksudkan adalah orang-orang Islam menguasai negara-negara kafir, sehingga banyak sekali terjadi praktek-praktek tasarri (memiliki wanita-wanita kafir sebagai hasil rampasan tawanan perang dan diperlakukan sebagai hamba sahaya). Kemudian, anak yang dilahirkan dari hamba sahaya wanita tersebut dari tuannya berkedudukan sejajar dengan tuannya karena mulianya kedudukan ayahnya. Dengan demikian, berdasarkan hadis ini, dapat diketahui tanda-tanda hari kiamat, yaitu di antaranya berkuasanya umat Islam atas orang-orang kafir dan banyaknya penaklukan-penaklukan di bawah panji-panji Islam, serta merebaknya praktek-praktek tasarri.
Pendapat lainnya adalah mentalitas umat manusia semakin rusak. Keadaan semacam ini membuat orang-orang terhormatpun berani menjual istri mereka sendiri. Kontribusi jual beli ini berpusat pada tangan-tangan penjual, sehingga tidaklah mustahil apabila seorang anak membeli budak sahaya wanita dari seorang penjual tanpa menyadari bahwa hamba sahaya wanita yang dibeli tersebut adalah ibunya sendiri. Berdasarkan fenomena inilah bisa diketahui ketidaktahuan yang semakin merata atas suatu transaksi yang diharamkan. Keadaan semacam ini merupakan sebagian dari tanda-tanda hari kiamat.
Pendapat terakhir mengemukakan bahwa arti hadis di atas adalah semakin banyak tingkah laku anak-anak yang tidak bermoral dan cenderung melawan ibunya, bahkan memperlakukannya seperti budaknya, menghinanya dan mencaci-makinya.
Kata al’alah dalam teks hadis adalah bentuk jamak dari kata ‘a-il yang artinya fakir (miskin). Pada hadis dia atas, diungkapkan sesuatu yang tidak disenangi atau tidak diperlukan, seperti berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi dan mengokohkan bangunan tersebut. Diriwayatkan dalam satu hadis, Nabi 8 pernah bersabda:
“Anak keturunan Adam ' akan diberi pahala karena pekerjaannya, kecuali pekerjaan yang dilakukannya diatas tanah ini.” (HR. Bukhari)
Rasulullah 8 sendiri wafat dan tidak meletakkan satu batupun diatas batu yang lain, juga belum menumpukkan satu batu bata diatas batu bata yang lain. Artinya, Beliau 8 tidak membuat satu bangunan yang kokoh dan tinggi, serta tidak membuat bangunan diatas bumi.
Kalimat “penggembala kambing” yang diungkapkan dalam hadis secara khusus sebab mereka termasuk kelompok sosial terendah di kalangan penduduk kampung. Mereka lemah dalam sosial ekonominya. Disamping itu, kampung tempat tinggal mereka jauh dari kota yang tentu saja akan jauh tertinggal dari sentuhan pembangunan. Berbeda dengan para pemilik untanya sendiri yang rata-rata bukan termasuk orang-orang fakir dan miskin.
Kalimat "dan saya tinggal cukup lama”. Sedangkan satu riwayat lagi disebutkan dengan tidak memakai ta Dengan demikian, artinya “Kemudian Nabi 8 tinggal cukup lama setelah laki-laki tersebut (Jibril') pergi.” Meskipun demikian kedua kalimat tersebut secara makna benar.
Kata “مليا” dengan ya yang ber-tasydid, artinya adalah masa yang lama. Dalam riwayat Abu Dawud ) dijelaskan lama tinggalnya tiga hari.
Kalimat “Ia datang kepada kamu sekalian untuk mengajarkan agamamu”, maksudnya adalah dasar-dasar agama atau aturan-aturan pokok agama. Seperti dikemukakan Syekh Muhyiddin ) (Imam Nawawi) dalam penjelasannya mengenai hadis di atas dalam kitab Sahih Muslim.
Hal-hal yang paling penting yang dikemukakan hadis ini adalah penjelasan mengenai Islam, Iman, dan ihsan, seta kewajiban beriman dengan menetapkan sifat qudrat (kuasanya Allah !). Dalam hadis ini juga Nabi 8 menjelaskan persoalan Islam dan iman dengan panjang lebar.
Banyak sekali tanggapan terhadap hadis ini, terutama dari kalangan para ulama. Di antaranya pendapat Imam Abi al Husein ) yang lebih dikenal dengan Ibnu al Batthal al Maliki, yaitu golongan ahli Sunnah, baik dari generasi lama (salaf) maupun dari generasi baru (khalaf), bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan yang bisa bertambah dan bisa berkurang. Berdasarkan firman Allah !:
“Supaya keimanan mereka bertambah, disamping keimanan mereka (yang telah ada)”. (QS. Al Fath:4)
Sementara itu, sebagian ulama lain berpendapat bahwa pembenaran hati tidak bisa bertambah dan berkurang, sedangkan iman menurut ajaran Islam bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dan berkurangnya iman disebabkan amal perbuatan.
Menurut golongan ahli Sunnah, di sini terdapat korelasi antara arti lahiriah Nash yang menyebutkan bertambah dan berkurangnya iman dengan arti kata iman menurut asal peletakannya dalam bahasa Arab. Walaupun penjelasan ini telah jelas, namun lebih jelas adalah –wallahu a’lam– pembenaran hati bisa bertambah karena seringnya menganalisis suatu persoalan dengan landasan dalil-dalil yang bersifat lahiriah. Oleh karena itu, imannya orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan dapat dipercaya lebih kuat dari pada selain mereka. Hati mereka tidak dihadapkan pada persoalan-persoalan yang masih belum jelas dan tidak diguncangkan oleh suatu musibah, tetapi benar-benar dalam keadaan tenang dan hidup, sekalipun tingkah laku mereka berbeda-beda. Adapun imannya orang-orang yang baru masuk Islam dan sejenisnya tentu saja berbeda. Karena itu, tidak mungkin dapat ditentang dan diragukan lagi pembenaran hati sahabat Abu Bakar : terhadap Islam atau Nabi Muhammad 8 yang tentu saja memiliki perbedaan dengan pembenaran hati manusia lainnya. Bukhari dalam Sahih-nya menjelaskan bahwa Ibnu Abi Mulaikah ) mengatakan, “Saya telah menjumpai tiga puluh orang laki-laki dari sahabat Nabi 8 semuanya takut jika ada sifat kemunafikan pada dirinya. Di antara mereka, tidak seorang pun yang pernah berkata bahwa imannya senilai dengan imannya Jibril ' dan Mikail '”
Adapun mengaitkan iman dengan perbuatan, telah disepakati oleh kalangan ahli kebenaran. Namun demikian, dalil-dalilnya terlalu banyak untuk disebutkan. Salah satu contohnya adalah firman Allah !:
“…dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu …” (QS. Al Baqarah:143)
Sabda Nabi 8, “Islam adalah bahwa engkau bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasul Allah, engkau dirikan shalat….”, kemudian sabda Nabi 8 , “Engkau beriman kepada Allah Ta’ala, kepada malaikat-malaikatNya, …”, menurut Syekh Abi Amrun bin Abi Shalah ) adalah penjelasan dari kata iman, yaitu pengakuan dalam jiwa dan penjelasan dari kata Islam, yaitu tunduk. Ketentuan Islam menurut lahiriahnya ditetapkan dalam dua kalimah syahadat. Rukun Islam lainnya, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji disandarkan pada kalimah syahadat karena di dalamnya disebutkan ciri-ciri Islam yang paling tama. Dengan syahadat pula, keislaman seseorang bisa dianggap sah.
Kata iman bisa mencakup pengertian Islam, seperti telah disebutkan dalam hadis di atas. Disamping itu, tercakup pula arti kepatuhan-kepatuhan lainnya yang merupakan hasil dari pembenaran sebagai dasar iman. Oleh sebab itu, orang yang telah melakukan dosa besar atau meninggalkan kewajiban tidak dapat di sebut sebagai orang mukmin. Menamai sesuatu secara mutlak hanya berlaku bagi sesuatu yang sempurna. Selain itu, seseorang yang melakukan satu perbuatan dosapun bisa dikategorikan orang yang tidak beriman, seperti dalam hadis Nabi8:
“Seorang pezina tidak akan berbuat zina, manakala pada waktu akan berbuat zina dia dalam keadaan beriman dan begitu juga seorang pencuri tidak akan mencuri, manakala pada waktu akan mencuri dia dalam keadaan beriman.” (HR. Ibnu Majah)
Kata Islam bisa juga mencakup pengertian dasar iman dan dasar-dasar kepatuhan yang berpangkal pada rasa tunduk dan sikap patuh. Menurut Ibnush Shalah ), iman dan Islam terkadang bisa bersatu dan terkadang tidak. Setiap orang yang beriman (mukmin) merupakan seorang Muslim. Akan tetapi, tidak setiap Muslim adalah mukmin. Penegasan ini tercakup dalam petunjuk Allah dan nash-nash Al Kitab serta As Sunnah. Sesuai dengan pendapat sebagian besar golongan ulama, baik dari kalangan ahli hadis maupun lainnya. *** (disadur dari sarah hadis arbain)

0 komentar:

About Me

Foto Saya
AHMAD ALKANDARY
Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, Indonesia
Lihat profil lengkapku

Daftar Blog Saya



Baca Quran Online




P.pw - Shorten urls and earn money!

silahkan klik untuk mendengarkan murattal

mau baca qur'an? silahkan klik
free counters

yang lagi on now

harga blogku

blog ini berharga$3,947.84betulkah?

Internal Value defaultContent

history tamu agungku

Aqidah

by abu fathur. Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Arsipku