Sabtu, 01 September 2007
Oleh : Syaikh Hasan Al Bugisy
Rasulullah صل اللة عليه وسلم bersabda : ”Nama yang tepat bagi seorang muslim adalah Hammam dan Harist dan nama yang paling Allah cintai adalah Abdullah dan Abdurrahman ".
Al Hammam adalah niat yang kuat, sedangkan “Al Harits” adalah sosok dari hasil Himmah atau hammam yaitu bekerja untuk mendapatkan obsesi/keinginan tersebut. Jadi setiap manusia punya keinginan, namun tidak semua manusia memiliki keinginan “Himmah ” yang kuat.


A. DEFINISI HIMMAH
Himmah tidak bisa dilihat secara dhohir karena Himmah adalah masalah yang hati dan akal pikiran manusia, bukan masalah amal. Secara bahasa Himmah berarti “An Niah“ (niat), “Iradah” (kehendak), “Al ‘azimah” (tekad). Dalam makna ini terdapat tiga kata yang berbeda yaitu berupa niat yang sifatnya biasa-biasa, kemudian iradah atau kehendak yang kuat lalu dilanjutkan dengan tekad untuk melaksanakan kehendak tersebut.
Allah سبحانه وتعلى berfirman : “ Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda dari tuhannya ( QS. Yusuf : 24)
Dalam ayat ini bisa diartikan bahwa belum ada aksi, atau amal tapi masih berupa Himmah niat. Dalam ayat tersebut terdapat kata “wahamabiha” yang artinya keinginan terhadapnya (wanita tersebut). Bukankah nabi Yusuf عليه سلم adalah seorang nabi, bagaimana mungkin dia memiliki Himmah kepada wanita tersebut ? Dalam kaidah bahasa Arab ada istilah “takdim wa takhir” (kalimat didahulukan dan diakhirkan). Jadi menurut kaidah ini berarti Seandainya Nabi Yusuf عليه سلم tidak mendapatkan petunjuk dari Allah سبحانه وتعلى, pasti Nabi Yusuf عليه سلم juga berkeinginan terhadap wanita tersebut. Maka pada intinya bahwa Nabi Yusuf عليه سلم tidak berkeinginan terhadap wanita tersebut karena sebelumnya beliau telah mendapatkan petunjuk dari Allah سبحانه وتعلى.
Rasulullah صل اللة عليه وسلم bersabda : Sesunggunya Allah telah menetapkan kebaikan-kebaiakan dan kejahatan-kejahatan kemudian menjelaskannya, maka barang siapa yang bermaksud berbuat kebaikan lalu belum sempat mengerjakannya, Allah mencatat disisinya sebagai satu kebagaikan sempurna. Dan jika dia bermaksud berbuat kebaikan lalu dia mengerjakannya, Allah mencatatnya sepuluh kebaikan dan akan dilipat gandakan sampai tujuh ratus lebih, hingga dilipatgandakan yang banyak sekali. Dan jika dia bermaksud berbuat kejahatan, tetapi dia tidak mengerjakannya, Allah mencatat baginya disisiNya satu kebaikan yang sempurna. Dan jika bermaksud berbuat kejahatan dan melakukannya, maka Allah mencatat baginya satu kejahatan”. (HR. Buhari dan Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah صل اللة عليه وسلم menjelaskan bahwa Himmah ada 2 yaitu :
Himmatul ‘Aliyah (Obsesi yang kuat)
Himmatud Daniyah (Obsesi yang rendah)
Sesungguhnya Allah سبحانه وتعلى mencintai perkara-perkara yang mulia dan membenci perkara-perkara yang rendah atau hina. Allah سبحانه وتعلى mencintai perkara yang tinggi / mulia baik dalam amal, agama, da’wah di jalan Allah سبحانه وتعلى.. Allah سبحانه وتعلى membenci perkara-perkara rendah, tidak bernilai dan hina, baik berupa perkara-perkara yang haram maupun yang mubah.

B. ‘ULUWUL HIMMAH (OBSESI YANG TINGGI)
Seseorang dikatakan memiliki ‘uluwul Himmah atau Obsesi yang tinggi yaitu ketika seseorang telah menganggap remeh segala perkara-perkara di bawah cita-citanya. Misalnya seorang Da’I yang bercita-cita untuk menyebarkan agama Allah سبحانه وتعلى. Dia dikatakan memiliki Himmah yang tinggi, ketika dia telah menganggap remeh perkara-perkara selainya, ketika dia tidak perduli apapun tantangan dan pengorbanan yang harus dibayar mahal untuk memenuhi tujuan tersebut.
Diceritakan dalam riwayat da’wah rasulullah صل اللة عليه وسلم ketika orang – orang Qurays mendatangi paman Rasulullah صل اللة عليه وسلم yaitu Abu Thalib dan memintanya supaya membujuk kepada Rasulullah صل اللة عليه وسلم agar menghentikan da’wahnya. Setelah Abu Thalib menyampaikan perihal tersebut. Rasulullah صل اللة عليه وسلم berkata : “ wahai pamanku, andaikan mereka meletakkan Matahari ditangan kananku dan Rembulan ditangan kiriku agar supaya aku meninggalkan da’wah ini. Aku tidak akan meninggalkannya hingga aku binasa”. Kisah Rasulullah ini menunjukkan tingginya Himmah Rasulullah dalam memperjuangkan agama Allah ini. Beliau telah menganggap remeh semua perkara-perkara yang menghambat da’wah Islamiyah.

C. DUNUWUL HIMMAH (OBSESI YANG RENDAH)
Yaitu ketika jiwa lemah terhadap tingkatan perkara-perkara yang tinggi atau mulia dan lebih memilih ridho pada perkara-perkara yang rendah. Jadi orang yang memiliki obsesi rendah ini adalah orang remeh, rendah yang tidak mau mencari masalah dan sayangnya mayoritas kaum muslimin sekarang berada dalam tingkatan ini.
Diriwayatkan tentang panglima perang dimasa pemerintahan seorang Gubenur Basrah yang bernama Al Hajjaj. Al Hajjaj memerintahkan panglimanya untuk memerangi orang-orang Khawarij yang jumlahnya kurang lebih 200 orang pasukan sedangkan panglima ini memiliki pasukan kurang lebih 1000 orang pasukan. Sungguh pertempuran yang tidak seimbang. Namun orang Khawarij terkenal sebagai orang-orang yang memiliki keberanian dan kejujuran. Orang Khawarij adalah orang yang tidak mudah putus asa dalam mewujudkan keinginannya. Hingga akhirnya dalam pertempuran itu ternyata pasukan Khawarij memenangkan peperangan tersebut. Setelah peperangan selesai, dengan membawa kekalahan panglima kembali menghadap gubernur Al Hajjaj. Al Hajjaj bingung mengapa pasukan Khawarij yang jumlahnya sedikit bisa mengalahkan pasukan yang jumlahnya lebih banyak ? ternyata panglima pemimpin perangnya adalah orang yang memiliki Himmah rendah, yang lebih baik pulang dalam keadaan hidup, walaupun harus dicaci maki gubernur daripada mati walaupun terkenal dan terhormat. Dalam kisah ini menunjukkan lemahnya Himmah yang dimiliki oleh panglima perang ini. Dia lebih memilih hidup dalam kehinaan daripada mati dalam kehormatan.
Setiap manusia secara umum memiliki keinginan atau Himmah, namun tiap-tiap seseorang memiliki tingkatan Himmah yang berbeda-beda sehingga dalam hidup terjadi perbedaan-perbedaan tingkatan amal.
Firman Allah سبحانه وتعلى: “Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda” (QS. Al Lail : 4)
Berdasar dari ayat ini, amalan manusia dibedakan dalam 2 hal yaitu :
‘Imma lillah yaitu amal yang dikerjakan semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah سبحانه وتعلى
‘Imma lighairihi yaitu amalan yang dikerjakan bukan karena Allah سبحانه وتعلى.. Amalan seperti ini adalah amalan yang dilakukan oleh orang yang memiliki obsesi rendah.
‘Immalillah adalah amalan yang dimiliki oleh orang memiliki obsesi tinggi yang mengejar kemuliaan. Dan ini hanya dilakukan oleh orang yang memiliki iman yang teguh dan kuat mencari kemuliaan disisi Allah سبحانه وتعلى.. Dalam ayat berikutnya Allah memberi jaminan kemudahan baginya.
Allah سبحانه وتعلى berfirman :”Adapun orang yang memberikan hartanya (dijalan Allah) dan bertaqwa. Dan membenarkan adanya pahala yang baik (surga). Maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. (QS. Al Lail : 5-7)
Adapun untuk orang-orang yang memiliki Himmah rendah, yang mengerjakan amalan bukan karena Allah سبحانه وتعلى, tapi karena nafsu dan keinginan dunia maka Allah memberikan ancaman padanya.
Allah سبحانه وتعلى berfirman : “Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik. Maka kelak kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa”. (QS. Al Lail : 8 - 11)
Itulah balasan bagi orang yang berpaling dari jalan Allah سبحانه وتعلى yang melakukan amalan bukan karena Allah سبحانه وتعلى.. Dan apabila dia diberikan kemudahan oleh Allah سبحانه وتعلى sesuai sunnatullah, namun dengan mudahnya berujung pada azab, kesengsaraan dan kebinasaan disisi Allah سبحانه وتعلى.

D. PEMBAGIAN MANUSIA MENURUT ULAMA
Dilihat dari kadar obsesi atau Himmah-nya, Ulama membagi kelompok manusia dalam 4 hal:
‘Adzhimul Himmah yaitu orang yang memiliki cita-cita yang sangat besar. Yang memiliki al- Khifayah (kapasitas), mempunyai kesempatan, kemampuan untuk mencapai cita-cita lalu berusaha untuk mendapatkannya.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkata : “ Aku dahulu bercita-cita untuk mendapatkan kedudukan gubernur di Madinah, dan kini aku telah mendapatkannya. Kemudian aku berkeinginan untuk mendapatkan kedudukan sebagai Khalifah kaum muslimin di Madinah dan akupun telah mendapatkannya. Kini aku telah dapatkan semuanya, maka cita-citaku adalah untuk mendapatkan Surga Allah سبحانه وتعلى. karena tidak ada kedudukan yang lebih tinggi setelahnya”.
Ibnu Mubarakh ditanya : “ Siapakah orang yang paling zuhud ? Beliau menjawab : “Orang yang paling zuhud adalah Umar Bin Abdul Aziz, karena dia telah didatangi dunia, namun dia menolaknya.
Inilah kisah Umar Bin Abdul Aziz, beliau adalah contoh orang yang memiliki Himmah aliyah. Beliau adalah orang yang memiliki kredibilitas karena keilmuannya, punya kesempatan karena dia adalah keturunan Muawiyah.
Shoghiru Himmah yaitu Orang yang memiliki kifayah, kemampuan dan kesempatan tetapi lebih memilih melakukan hal-hal yang remeh atau rendahan.
Diriwayatkan tentang seorang khalifah dimasa setelah pemerintahan Muawiyah. Dia didatangi oleh petugas pos, dan berkata : “wahai Amirul Mu’minin. Sesungguhnya kota disana sedang diserang oleh musuh“. Mendangar laporan petugas pos ini khalifah tidak menanggapinya. Malah dia berucap “Da’ni wa sa’di”(memangnya gue pikirin). Konon ceritanya khalifah ini senang memelihara burung merpati. Ketika petugas pos melapor, khalifah sedang kehilangan 1 ekor burung merpatinya. Sehingga dia menganggap bahwa burungnya lebih berharga daripada keadaan rakyatnya. Kisah ini menunjukkan tentang keadaan orang yang memiliki kemampuan, kedudukan, dan kesempatan baik, namun dia memilih melakukan hal yang rendah.
Orang yang tidak memiliki kapasitas untuk melakukan obsesi tinggi, tetapi berlagak memiliki kemampuan besar.
Datanglah seseorang menghadap Imam Ahmad, dan berkata: ”Wahai Imam Ahmad, ada seseorang yang sedang kemasukan jin”. Mendengar laporan orang ini Imam Ahmad menjawab : “kembalilah, sampaikan kepada Jin, kalau Imam Ahmad menyuruhnya keluar”. Lalu orang ini kembali dan menemui orang yang kemasukan jin yang dia maksud. Sesampainya di sana di berkata kepada jin bahwa Imam Ahmad menyuruhnya keluar. Mendengar perkataan orang ini, jin inipun akhirnya keluar. Lalu setelah Imam Ahmad meninggal jin inipun datang lagi dan merasuki seseorang lagi. Kemudian karena Imam Ahmad sudah meninggal orangpun mendatangi orang yang dulu menemui Imam Ahmad dahulu dan dikatakan padanya kalau ada orang kesurupan jin. Mendengar penyampaian ini orang yang dulu menghadap Imam Ahmad menganggap kalau dulu Imam Ahmad mengusir jin hanya dengan menyuruh orang saja, maka diapun berbuat serupa. Dia menyuruh orang tersebut : “kembalilah, katakan pada jin kalau aku menyuruhnya keluar. Lalu pulanglah orang ini dan melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Namun setelah perintah itu dilakukan jin tersebut tidak juga keluar. Kemudian dia bertanya kepada jin. “kenapa dulu ketika Imam Ahmad menyuruhmu keluar engkau langsung keluar, sedangkan sekarang ketika aku suruh engkau tidak mau keluar” Jin menjawab :” dulu aku takut kepada Imam Ahmad karena ketakwaanya”.
Al bashiiru binafsihi yaitu orang yang tau diri, yang tidak memiliki kapasitas tinggi dan tidak menempatkan dirinya untuk melakukan hal yang besar.

E. BEBERAPA FENOMENA ORANG YANG PUNYA HIMMAH RENDAH
Berkaitan tentang upaya seorang muslim menuntut ilmu. Ketika dia tidak mau mempelajari hal-hal yang wajib dilakukan oleh muslim. Misalnya mempelajari tentang rukun-rukun sholat dan lain-lain.
Ketika orang menuntut ilmu bukan untuk mendapatkan manfaat dari ilmu, atau menuntut ilmu bukan untuk dida’wahkan tetapi hanya untuk mendapatkan ijazah ataupun pekerjaan semata.
Ketika orang menuntut ilmu supaya nampak hebat dalam berdebat, pandangan orang tertuju padanya.
Ketika seseorang yang baru menuntut ilmu dan baru mendapatkan hidayah, begitu mudah memberikan tahzir atau cap buruk pada ulama atau orang yang lebih berilmu diatasnya. Karena meskinya seorang apabila semakin berilmu meskinya semakin takut pada ulama.
Ketika seorang dai yang berda’wah dijalan Allah سبحانه وتعلى, kemudian mendapatkan tantangan berda’wah, dia berhenti. Kaena meskinya seorang da’I ketika mendapatkan da’wah harus tegar. Ketika agama memintahnya meninggalkan kepentingan pribadinya meskinya dia siap.
Ketika kita takut kepada manusia yaitu :
· Takut jangan sampai orang lain termasuk musuh Islam, ketika kita berda’wah kita dicap sebagai orang yang fundamentalis, ekstrim atau bentuk kata-kata teror lainnya. Padahal ucapan/cap/opini public yang dicitrakan buruk tentang Islam adalah hal yang sengaja dilakukan oleh mereka agar kaum muslimin lemah.
· Berputus asa ketika dalam berda’wah tidak disambut baik oleh orang. Putus asa karena orang menjauhi perjuangannya. Padahal semestinya kita sadar bahwa prinsip dasar kita dalam berda’wah adalah hanya menyampaikan agama Allah سبحانه وتعلى adapun orang mau menerima atau tidak adalah hak Allah سبحانه وتعلى
Allahu A’lam

PENYEBAB TINGGI DAN RENDAHNYA HIMMAH

Yang apabila seseorang meninggalkan atau menjauhi hal-hal yang bisa menyebabkan rendahnya Himmah dan semangat itu dia akan mendapatkan pertolongan Allah سبحانه وتعلى untuk tetap dalam himman yang aliyah.
1. Tabiat Manusia
Karena Allah سبحانه وتعلى telah menciptakan manusia sesuai dengan tabiatnya masing-masing oleh karena itu hendaknya seseorang memahami tabiatnya dan memilih tempat-tempat yang tepat sesuai dengan tabiat yang dia miliki untuk mengembangkan potensi diri yang ada padanya, misalnya ada orang yang diberikan kemampuan untuk berpikir, maka hendaknya ia berusaha dalam meningkatkan semangatnya tersebut seperti mengurusi kantor, menulis, mengeluarkan ide-ide yang baik, kemudian menggambarkan tujuan-tujuan, menyusun program-program kerja dan lain-lain. ada orang juga yang diberikan kemampuan banyak untuk bergerak dia senang ke sana kemari, kalau urusan lapang dialah yang cocok, maka orang seperti ini mencari amalan-amalan yang mendukung tabiatnya tersebut. Rasulullah صل اللة عليه وسلم ketika melihat potensi-potensi para sahabat sesuai dengan tabiat yang mereka miliki, maka beliau memberikan semangat dan menempatkan para sahabat sesuai dengan potensinya. Contohnya Abu Hurairah رضي الله عنه diberi gelar atau disebutkan wadah dari ilmu, karena Rasulullah صل اللة عليه وسلم melihat beliau kuat hafalannya dan sangat senang menimba ilmu dan menerima hadist dari Rasulullah صل اللة عليه وسلم sehingga dikenal sebagai sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist. Khalid Bin Walid رضي الله عنه misalnya, beliau ini bukan termasuk sahabat yang banyak menghafal dan bukan pula sederetan sahabat yang banyak meriwayatkan hadist dan penuntut ilmu akan tetapi Rasulullah صل اللة عليه وسلم melihat beliau ini senganya dipeperangan dan mimilki kemampuan dalam berperang, sehinga Rasullullah صل اللة عليه وسلم demikain pula sahabat seperti Abu Bakar رضي الله عنه dan khalifah setelahnya mengangkat beliau sebagai panglima perang untuk melawan orang-orang kafir, bahkan beliau diberi gelar sebagai saif min suyufillah (pedang dari pedang-pedang Allah). Demikian dengan yang lain, adapun Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه dan Muadz bin Jabal رضي الله عنه mereka ini adalah orang-orang yang faham tentang halal haram dan faham dalam masalah qoda/hukum-hukum maka sahabat tersebut terkenal dengan hukum-hukumnya tersebut karena orang-orang yang bergelut dalam masalah ini seperti qodi atau hakim harus memiliki ketajaman dalam memperaktekkan daripada nash-nsh yang ada tersebut. Sehingga Rasulullah صل اللة عليه وسلم betul-betul dapat memamfaatkan potensi yang dimiliki para sahabat Maka hendaknya kita melihat tabiat masing-masing sehingga kita dapat memilih job yang cocok dengan potensi yang dimiliki supaya Himmah kita tetap terjaga.

2. Bagaimana bapak dan ibu mentarbiyah anak-anaknya di rumah
Rasulullah bersabda yang artinya : “Tidaklah lahir seorang anak kecuali dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (
Jika kita melihat hadist tersebut, ini dalam perkara-perkara agama dimana orang tua sangat berpegaruh dalam pembinaan Himmah anak-anaknya. kalau orang tua senangtiasa mengajarkan perkara-perkara yang tinggi, perkara yang memiliki keutamaan yang besar baik, maka insya Allah سبحانه وتعلى anak akan terbentuk seperti didikan orangtuanya begitupun sebaliknya bila mengajarkan perkara-perkara yang hina contonya Ibnu Zubair bin awwam yang senangtiasa, tetapi sebaliknya jika orang tua senangtiasa mengajarkan hal-hal yang hina dan kurang bermamfaat maka anak tersebut akan terbentuk menjadi seperti itu pula. Banyak contoh di kalangan para sahabat, sebagai contoh Zubai ibnu Awwam رضي الله عنه di mana sahabat ini dijamin masuk surga oleh Rasulullah صل اللة عليه وسلم. Beliau ini senangtiasa mengajarkan anaknya berperang sampai dalam satu kondisi beliau sampaikan kepada anaknya bahwa siapa yang paling duluan masuk dalam pasukan musuh dan paling cepat kembali, ini salah satu contoh sahabat yang membina anaknya dengan menanamkan Himmah aliyah sehingga tidak heran kalau Ibnu Zubair menjadi seorang khalifah karena sejak awal terlatih seperti itu contoh lain adalah kisah pada perang badar, ada dua anak kecil di antar para sahabat bertanya manakah yang bernama Abu Jahal, lalu berkata kami akan mencari Abu Jahal dan berusaha membunuhnya, dia yang mati atau kami yang terbunuh padahal mereka masih anak-anak, lalu mereka berhasil membunuhnya. Ini karena mereka telah tertarbiyah sejak kecil. Makanya seorang penyair mangatakan “ibu itu adalah madrasah atau tempat belajar” Kalau ibu disiapkan dengan baik maka akan lahir generasi yang baik, dalam kondisi kita sekarang ini banyak orang tua tidak memperhatikan anaknya, membiarkan anaknya banyak bermain, mendengarkan musik, bergelut dengan urusan-urusan hina yang tidak bermamfaat, atau orang tua tidak memilihkan bagi mereka teman-teman yang baik dan tidak memerintahkan anaknya mengerjakan sholat sehingga. Sehingga mereka tumbuh dalam keadaan seperti itu. Oleh karena itu agar Himmah itu tetap ada maka hendaknya orang tua membina anaknya di rumahnya.

3. Masyarakat yang baik
Apabila masyarakat itu adalah masyarakat yang solihah di dalamnya senangtiasa dibina akhlak yang mulia maka darinya akan lahir orang yang baik pula. Juga sebaliknya apabila masyarakat memiliki biah yang buruk, hidup dalam tatanan yang kurang baik, maka akan hidup person-person yang buruk pula, contohnya Rasulullah صل اللة عليه وسلم menceritakan kepada para sahabat kisah seorang bani Israil yang telah membunuh 99 orang yang ingin bertaubat, mencari orang yang paling alim di dunia ini lalu ia ditunjukkan kepada orang yang ahli ibadah, lalu ahli ibadah tersebut menghukumi dengan perasanya dan mengatakan tidak ada taubat lagi bagimu, maka dibunuh pula ahli ibadah tersebut sampai korbannya genap 100, dia tidak puas dengan jawaban ahli ibdah tersebut dan keinginannya masih kuat untuk bertaubat maka dia mendatangi alim yang lain dan bertanya apakah taubat saya masih diterima, saya telah membunuh 100 orang. Alim tersebut berkata apa yang menghalangi kamu untuk bertaubat, Allah سبحانه وتعلى akan menerima taubatmu. kemudian dia suruh pindah dari kampungnya yang rusak ke kampung yang baik, lalu berangkatlah orang tersebut dan di tengah perjalanan dia meninggal, maka dengan rahmat Allah سبحانه وتعلى iapun dicatat sebagai penghuni surga. Dari kisah ini dapat kita mengambil pelajaran bahwa biah ini dapat memproses orang tersebut, maka tanggung jawab kita bagi pejuang-pejuang dakwah untuk mengajak orang ikut dalam majelis-majelis ilmu, dan berlepas diri dari akhlak jahiliyah dan perkara-perkara yang buruk.

4. Dengan keberadaan para murabbi dan guru bisa menjadi teladan
Yang meraka itu bisa menjadi kudwah bagi person-person. Allah سبحانه وتعلى telah memerintahkan kita untuk meneladani Rasulullah صل اللة عليه وسلم .
Allah سبحانه وتعلى berfirman : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al Ahzab:21)
Dari ayat ini menunujukkan pentingnya keberadaan murabbi di tengah-tengah muridnya/mutarabbi sebagai orang yang memberikan contoh. Apabila mutarabbi betul-betul menimba ilmu dengan akhlak dari murabbi tersebut, maka akan terbentuk pribadi yang sholeh. Bagaimana seorang murabbi betul-betul bisa memberikan contoh perbuatan sesuai dengan apa yang disampaikan. Sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah صل اللة عليه وسلم kepada sahabatnya sampai-sampai beliau mendapat pujian sebagai seorang yang berakhlak mulia. Diriwayatkan dari ‘Aisyah رضي الله عنهما tatkala ditanya tentang bagaimana akhlaknya Rasulullah صل اللة عليه وسلم, beliau menjawab : “ akhlak Rasulullah adalah al-Quran”. Sahabat dahulu adalah bagaikan Al Qur’an yang berjalan sebab teori-teori yang ada dalam al Qur’an telah dipraktekkan oleh sahabat di setiap sisi hidupnya sampai Islam dimenangkan.
Inilah pelajaran bagi murabbi untuk mempraktekkan teori-teori yang telah disampaikan kepada mutarabbinya. Contoh ketika Rasululah صل اللة عليه وسلم berbicara tentang jihad, maka beliau adalah orang yang paling terdepan dalam peperangan, dan sanagt pemberani. Suatu saat di Madina orang-orang mendengar sesuatu yang mengagetkan, dan orang – orang sembunyi-sembunyi mencari dimana dan suara apa itu. Namun ternyata Rasulullah صل اللة عليه وسلم telah pulang dari tempat tersebut dengan kudanya tanpa pelana dan mengatakan bahwa tidak ada bahaya. Ini menunjukkan keberanian Rosulullah صل اللة عليه وسلم, beliau bukanlah seorang pengecut.

5. Tasji’ atau Pemberian Semangat
Kebanyakan orang memiliki semangat tinggi namun kurang diarahkan pada perkara yang kurang bagus. Suatu ketika Ibnu Masud رضي الله عنه tatkala melewati seorang yang bernyanyi dengan suaranya yang indah, maka Ibnu Mas’ud رضي الله عنه berkata alangkah indahnya suaramu dan lebih bagus lagi seandainya engkau membaca al-Quran lalu pemuda ini karena tertasji’ oleh kata-kata Ibnu Mas’ud dia mulai membaca Al Qur’an dan akhirnya dia menjadi orang yang bersuara indah dalam membaca Al Qur’an. Lalu dia bertanya siapakah orang ini ? maka dijawab dia adalah Ibnu Masud sahabat Rasulullah صل اللة عليه وسلم.
Imam Syafi’I orang yang menguasai syair-syair, yang beliau kuasai dari para pakar-pakarnya. Suatu saat seseorang mendengar Imam Syafi’i sedang melantunkan syair-syair. Orang itu berkata : “masa engkau dari keturunan Quraiys, masa hanya bisa menghafal syair-syair saja. Tidakkah engkau memulai menghafal Al Qur’an dan hadist-hadist Rasulullah صل اللة عليه وسلم”. Mendengar kata-kata orang ini, Imam Syafi’I tertarji’ untuk belajar kepada Imam Malik sampai beliau menjadi ulama besar, bahkan menjadi salah satu mahzab terbesar. Dari riwayat ini bisa diambil contoh bahwa tasji’ atau penyemangat itu bukan hanya dari orang-orang seperti Ibnu Mas’ud رضي الله عنه atau semisalnya tetapi bisa saja berasal dari orang-orang umum bahkan orang yang bermaksiat.
Adalah imam Ahmad, yang terkena fitnah tetang Al Qur’an yang dianggap mahluk. tatkala masuk di penjara bersama seorang peminum khamar tetapi peminum itu memberi semangat kepada Imam Ahmad, artinya semangat itu bisa kita ambil dari manapun , apa kata orang tesebut: “Yaa Imam saya ini masuk penjara karena bermaksiat maka saya dicambuk tapi saya tetap sabar menahan siksaa. sedangkan anda wahai imam dipenjara dan disiksa karena mempertahankan kebenaran, tentunya anda harus lebih kuat dari saya”. Sehingga imam Ahmad, berkata: “perkataan itulah yang menjadikan saya semakin kuat untuk bertahan siksaan tersebut“.
6. Iman kepada Allah سبحانه وتعلى
Setiap bertambah iman seseorang maka semakin bertambah Himmah seseorang. Iman ini akan mengajak kepada akhlak yang baik
Rasulullah صل اللة عليه وسلم bersabda : “sesungguh aku di utus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia”
Allah سبحانه وتعلى berfirman : “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al Ankabut:69)
Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa Dia bersama orang-orang yang berbuat ihsan. Dan ihsan ini adalah kedudukan tertinggi dalam urutan agama ini, Islam, Iman dan Ihsan. Sebagaimana dalan hadist Jibril, ihsan yaitu engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, meskipun engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Allah melihatmu. Maka ini adalah tingkatan yang tertinggi..
Maka barang siapa yang telah menyempurnakan keislamannya memenuhi keimannya dengan sekuat tenaga maka hal ini adalah perkara yang sangat penting mengantarkan seseorang untuk mendapatkan Himmah ‘aliyah.

Membaca Sirah Orang-Orang Besar Yang Telah Berhasil Karirnya
Membaca sirah atau sejarah orang-orang besar yang telah berhasil dalam karirnya, apakah dia seorang muslim ataupun non muslim. Jika dia seorang muslim, tentunya dari para ulama-ulama yang telah berhasil. Dan sebenarnya perkara keberhasilan itu bukanlah suatu yang sulit, karena perkara itu adalah perkara yang manusiawi, yang semua orang bisa meraihnya. Sehingga ini adalah persoalan mudah dan tidak dianggap sebagai persoalan yang tidak mungkin.
Kemudian dari kisah-kisah tersebut, kita juga bisa mempelajari uslub-uslub atau bagaimana tatacara mereka bisa memperoleh keberhasilan tersebut, dan tidak memiliki Himmah yang rendah.

0 komentar:

About Me

Foto Saya
AHMAD ALKANDARY
Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, Indonesia
Lihat profil lengkapku

Daftar Blog Saya



Baca Quran Online




P.pw - Shorten urls and earn money!

silahkan klik untuk mendengarkan murattal

mau baca qur'an? silahkan klik
free counters

yang lagi on now

harga blogku

blog ini berharga$3,947.84betulkah?

Internal Value defaultContent

history tamu agungku

Aqidah

by abu fathur. Diberdayakan oleh Blogger.

Entri Populer

Arsipku